Jakarta (MI) : Presiden Joko Widodo mengeluarkan pernyataan paling keras setelah menjabat, terkait sengketa wilayah Laut China Selatan awal pekan ini. Manuver geopolitik Republik Rakyat China berpotensi mencaplok sebagian wilayah Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
"Sembilan titik garis yang selama ini diklaim Tiongkok dan menandakan perbatasan maritimnya tidak memiliki dasar hukum internasional apapun," kata Jokowi saat diwawancarai Koran Yomiuri Shimbun.
Tentara Nasional Republik Indonesia bukannya tidak bersiap sejak jauh-jauh hari menghadapi potensi konflik apapun terkait China. Sejak 1996, ribuan personil TNI sudah disiagakan di Natuna, maupun di Kepualuan Anambas yang lokasinya tidak jauh dari daerah kaya minyak itu.
Jenderal Moeldoko tahun lalu juga mengaku akan lebih fokus menempatkan kekuatan tempur di Natuna. "Kita harus lihat perkembangan Laut China Selatan dengan waspada," ujarnya (3/3/2014).
Indonesia sejauh ini belum bersengketa langsung dengan RRC. Sebelum isu peta China dengan sembilan garis titik-titik menyinggung Natuna pada 2009, Vietnam dan Filipina lah yang sering perang urat saraf dengan Negeri Tirai Bambu.
China sengaja melakukan manuver agresif di Laut China Selatan. Negara komunis itu menempatkan tiga kapal perang di Atol Laut James Shoal, Malaysia. Salah satunya adalah Kapal Induk Liaoning, yang mampu mengangkut belasan jet tempur J-15 (varian Sukhoi Su-33).
"Bila terjadi sesuatu (di Laut China Selatan) akan merembes ke Indonesia," kata Moeldoko. Pergerakan TNI setahun terakhir di sekitar Natuna juga menjadi acuan analis politik di jurnal the Diplomat.
Apa saja persiapan Indonesia untuk menghadang semua kekuatan asing yang memasuki Natuna? Berikut rangkumannya oleh merdeka.com merujuk dokumen yang dimilik the Diplomat:
1. Bangun Pangkalan Sukhoi Su-27
Sejak 2014, TNI sudah membangun pangkalan jet tempur di Natuna. Tujuannya, agar unit Sukhoi Su-27 bisa bersiaga di kepulauan kaya minyak itu.
Pangkalan khusus Sukhoi akan dibangun dekat Bandar Udara Ranai yang memiliki landasan pacu 2,5 kilometer. Rencana itu disampaikan Komandan Pangkalan Udara Ranai Letkol Andry Gandi.
"Bandara ini sudah bisa dioperasikan malam hari dan memiliki radar yang terintegrasi," ujarnya (27/3/2014) seperti dilansir Antara.
Shelter Sukhoi di Natuna sudah masuk APBN, melalui anggaran Kementerian Pertahanan. Perlu tambahan suplai listrik, serta area pendaratan yang lebih luas agar Sukhoi Su-27 bisa bersiaga di Natuna. Selain itu, Sukhoi Su-30 juga dirancang bisa mendarat di Ranai untuk operasi militer sewaktu-waktu.
Seri Sukhoi sejauh ini masih diparkir di Pangkalan Militer Makassar.
2. Siagakan 4 helikopter AH-64E Apache
Selain menyiapkan pangkalan untuk seri jet tempur Sukhoi, TNI pun menyiapkan kekuatan udara lainnya bila ada konflik melibatkan militer di Laut China Selatan.
TNI Angkatan Darat pada 2014 secara resmi menyiagakan empat unit helikopter serang AH-64E Apache buatan Amerika Serikat khusus melindungi Natuna.
Kadispen TNI AD yang saat itu dijabat Brigjen Andika Perkasa (kini Danpaspampres) menyatakan helikopter Apache cocok menjadi simbol kesiagaan (deterrent effect) terhadap sengketa Laut China Selatan.
"Kenapa ditaruh di Natuna? Lebih untuk deterrent effect," ujarnya (30/3/2014).
Apache seri AH-64E memiliki sensor elektro optik dan inframerah. Menurut situs army-technology, helikopter tempur ini dapat melakukan manuver serangan terhadap kapal kecil.
3. Tambah 1 batalion infantri dari Bukit Barisan
The Diplomat mencatat personil TNI menjaga ketat wilayah darat Natuna. Secara resmi TNI AD, mengakui menambah satu batalion infanteri untuk mengamankan pulau kaya kandungan gas tersebut.
Victor Robert Lee dari the Diplomat mengatakan penjagaan di Natuna sangat ketat. Setiap pengunjung yang tiba di Bandara Ranai diperiksa identitas dan keperluan lawatannya.
Selain di Ranai, kehadiran pasukan TNI disebar di pulau-pulau sekitar Bunguran. "Jadi tidak terfokus di Ranai atau Pulau Bunguran ini," kata Pangdam I Bukit Barisan Mayjen Lodewijk F. Paulus (18/6/2012).
Markas batalion tersebut di daerah Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur dengan nama Batalion Infanteri 135.
4. Patroli skuadron jet Pekanbaru
Karena rencana penempatan Sukhoi masih menunggu renovasi, kekuatan udara nyata di Natuna datang dari Skuadron 16 Pekanbaru, Riau.
Dari pangkalan tersebut, terdapat jet F-16 setara Block 52 dijadwalkan untuk melakukan patroli di sekitar wilayah Natuna dan Anambas.
Saat ini ada lima unit F-16 yang siaga di Pekanbaru. Penguatan kekuatan udara yang riil di Riau ini sudah dijalankan sejak 2013.
F-16 yang ditempatkan di Pekanbaru merupakan kerja sama pengadaan dengan Amerika Serikat. Sudah dilakukan upgrade untuk persenjataan tempurnya.
"Dua skuadron tempur F-16 dan Hawk 100 juga untuk mendukung kekuatan kita di Sumatera dan Selat Malaka," kata Mayor Filardi.
5. Puluhan kapal dari Armabar TNI AL
Di luar alutsista udara dan kekuatan darat, keberadaan TNI yang sesungguhnya di sekitar Natuna akan ditentukan oleh patroli kapal. Upaya ini sudah mulai diperlihatkan, setelah TNI menenggelamkan kapal asing sejak akhir 2014.
Total, ada 78 kapal asing yang ditangkap. Panglima Armada Barat, Laksamana Muda Widodo menyatakan pihaknya memiliki 48 kapal yang bisa digunakan untuk bertempur atau mengamankan wilayah.
Namun perlu ada pasokan BBM tambahan, karena yang tersedia saat ini baru mencukupi 27 persen kebutuhan operasional.
Salah satu kekuatan tempur laut di Armada Barat misalnya KRI Slamet Riyadi 352, jenis frigat yang bisa berfungsi sebagai perusak. Kapal patroli lain yang berusia muda misalnya KRI Kobra dan KRI Anakonda.
Sumber : Merdeka