Sebatik (MI) : Komandan Rayon Militer (Danramil) Sebatik Kapten CHB A.M. Sudirman mencoba mengontak anggota TNI lain melalui ponselnya. Yang menarik, dia melakukan panggilan di smartphone, sementara si penerima panggilan menggunakan Handy Talk (HT).
"Ini pakai RoIP, yang menerima via HT, menggunakan network khusus militer," ujarnya di sela obrolan bersama rombongan Telkomsel yang mengecek jaringan di Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) pekan ini.
Radio over Internet Protocol (RoIP) yang membantu Sudirman beserta jajarannya bertugas menjaga wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, adalah teknologi untuk sistem komunikasi yang menggandengkan radio ke internet.
"Perlu sinyal bagus karena sangat membutuhkan sekali untuk komunikasi kami bertugas," sebut Sudirman.
Dijelaskan Kasikom Hubdam VI Mulawarman, Balikpapan Mayor CHB. Achmad Farid, secara sederhana, teknologi ini mengubah informasi audio analog menjadi data dalam bentuk digital yang kemudian disisipkan ke jaringan internet.
Selanjutnya, penyampaian informasi yang berasal dari radio komunikasi, disebarluaskan melalui jaringan internet. Pada sisi penerima, radio penerima mengubah sinyal yang diterimanya dikembalikan ke bentuk sinyal audio analog.
"Kenapa disuntikkan ke radio, karena tidak semua pejabat pakai ponsel, dangak semua ada jaringan 3G di situ. Kami dihadapkan dengan urgensi, komunikasi di wilayah perbatasan harus lancar dan semua pelaporan harus segera. Dan sejak 2010 itu kami sudah di-support dengan adanya jaringan e-Militer. Nah, bagaimana kami bisa memanfaatkannya," kata Farid.
e-Militer sendiri punya fungsi untuk mengirim data atau informasi dan dokumen secara elektronik dengan cepat dan aman yaitu dengan memanfaatkan jaringan internet yang dikendalikan oleh Direktorat Perhubungan TNI dan bersifat terbatas atau tertutup bagi umum sehingga keamanannya lebih terjamin.
"Menggunakan HT membutuhkan banyak pemancar, di setiap Kodim harus ada repeater. Karena medan yang berbeda-beda kadang kan sulit. Costjuga mahal karena perangkat lebih banyak. Ada hal-hal yang harusnya cepat jadi lambat. Maka kami memikirkan terobosan untuk ini," jelas Farid.
Farid dan timnya di Kodam VI Mulawarman, Balikpapan kemudian mulai mencari cara komunikasi lebih mudah, lancar dan murah untuk kelancaran tugas awaknya, dengan berbasis internet di jaringan e-Militer.
"Sejak 2010 itu kan e-Militer kita di-support jaringan VPN untuk komunikasi data. Kalau pakai jaringan internet biasa kan gak secure, jadi bikin VPN sendiri dengan pakai jaringan itu. Server pun kita buat sendiri yang ditaruh di Balikpapan," terangnya.
Disebutkannya, teknologi ini belum digunakan seluruh anggota TNI. Apa yang diupayakan Farid dan timnya adalah percontohan yang akan dia teruskan agar bisa dipakai lebih luas oleh jajaran TNI tingkat nasional, terutama yang bertugas di wilayah perbatasan.
"Saat ini yang pakai baru wilayah Kodam VI Mulawarman, di Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kotabaru, sampai seluruh satuan setingkat Kodim wilayah itu sudah dikembangkan. Saya ingin sampaikan soal ini, bahwa di seluruh garis batas harus memakai teknologi ini," harapnya.
Misi menegakkan kedaulatan telekomunikasi di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia pun menjadi alasan Telkomsel untuk menambah Base Transceiver Station (BTS) di wilayah Kaltara. BTS ini akan ditempatkan di sekitar Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan.
"Menggunakan HT membutuhkan banyak pemancar, di setiap Kodim harus ada repeater. Karena medan yang berbeda-beda kadang kan sulit. Costjuga mahal karena perangkat lebih banyak. Ada hal-hal yang harusnya cepat jadi lambat. Maka kami memikirkan terobosan untuk ini," jelas Farid.
Farid dan timnya di Kodam VI Mulawarman, Balikpapan kemudian mulai mencari cara komunikasi lebih mudah, lancar dan murah untuk kelancaran tugas awaknya, dengan berbasis internet di jaringan e-Militer.
"Sejak 2010 itu kan e-Militer kita di-support jaringan VPN untuk komunikasi data. Kalau pakai jaringan internet biasa kan gak secure, jadi bikin VPN sendiri dengan pakai jaringan itu. Server pun kita buat sendiri yang ditaruh di Balikpapan," terangnya.
Disebutkannya, teknologi ini belum digunakan seluruh anggota TNI. Apa yang diupayakan Farid dan timnya adalah percontohan yang akan dia teruskan agar bisa dipakai lebih luas oleh jajaran TNI tingkat nasional, terutama yang bertugas di wilayah perbatasan.
"Saat ini yang pakai baru wilayah Kodam VI Mulawarman, di Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kotabaru, sampai seluruh satuan setingkat Kodim wilayah itu sudah dikembangkan. Saya ingin sampaikan soal ini, bahwa di seluruh garis batas harus memakai teknologi ini," harapnya.
Misi menegakkan kedaulatan telekomunikasi di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia pun menjadi alasan Telkomsel untuk menambah Base Transceiver Station (BTS) di wilayah Kaltara. BTS ini akan ditempatkan di sekitar Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan.
"Kami akan tambah 10 BTS, 5 BTS 2G dan 5 BTS 3G. Ditargetkan 17 Agustus sudah on, posisi sinyal kita maksimum di Sebatik," kata Direktur Sales Telkomsel Mas'ud Khamid saat mengunjungi perbatasan Sebatik.
Penambahan BTS ini adalah tindak lanjut Telkomsel menanggapi laporan masyarakat sekitar soal hambatan sinyal komunikasi. Danramil Sebatik Kapten CHB A.M. Sudirman yang ikut dalam pengecekan sinyal di perbatasan mengatakan masih ada daerah yang belum tercover jaringan.
"Sejumlah daerah masih ada blank spot, salah satunya di sekitar Sungai Limau. Di situ banyak penduduknya, bahkan ada kantor kecamatan. Jadi sangat membutuhkan. Harapan kita, memang semua komponen harus menang, termasuk dalam sinyal telekomunikasi di perbatasan," ujarnya.
Mas'ud membenarkan apa yang dikatakan Sudirman sehingga berupaya mengebut penambahan 10 BTS. Dikatakannya, saat ini Telkomsel punya 54 BTS di wilayah tersebut. Sebanyak 20 BTS di Sebatik, sementara di Nunukan 34 BTS.
"Perbatasan kita kan panjang. Yang di daerah lebih terpencil itu blankspot atau sinyal lemah kita harus perkuat. Kita ingin memastikan para tentara yang bertugas serta warga sekitar terlayani dengan baik," terang Mas'ud.
Sumber : Detik