Jakarta (MI) : Ancaman Pemerintah Australia untuk memangkas bantuan asing bagi Indonesia tidak sekedar isapan jempol belaka. Dalam pembahasan anggaran diketahui, Pemerintah Negeri Kanguru memangkas hampir separuh bantuan asing bagi Indonesia.
Harian Australia, Sydney Morning Herald (SMH), Selasa, 12 Mei 2015 melansir jika pada tahun 2014 lalu, Indonesia menerima dana sebesar AUD$605,3 juta atau setara Rp6,1 triliun. Maka dalam pembahasan anggaran kali ini, Negeri Kanguru hanya memberikan dana senilai AUD$366,4 juta atau Rp3,8 triliun.
Pemangkasan bantuan dengan nominal yang sedemikian besar, diduga merupakan paling tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Tidak diketahui dengan jelas alasan Pemerintah Negeri Kanguru memangkas separuh bantuan asing bagi Indonesia.
Namun, pemotongan bantuan itu, dilakukan Australia usai Pemerintah Indonesia tetap mengeksekusi dua gembong narkoba, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran pada akhir April lalu.
Padahal, Pemerintah Australia telah memohon kepada Presiden Joko Widodo agar mengindarkan Chan dan Sukumaran dari hukuman mati. Tetapi, permohonan itu diabaikan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Maka, publik ramai menyimpulkan aksi pemotongan bantuan sebagai bentuk balas dendam atas perbuatan Pemerintah Indonesia.
Tetapi, tidak hanya Indonesia saja yang bantuan asingnya dipotong Negeri Kanguru. Negara Asia Tenggara lainnya seperti Filipina dan Vietnam juga ikut mengalami pemotongan bantuan asing hingga 40 persen.
Sementara itu, nominal pemotongan bantuan asing untuk negara di kawasan Afrika lebih tinggi. Angkanya mencapai 70 persen.
Maka, publik ramai menyimpulkan aksi pemotongan bantuan sebagai bentuk balas dendam atas perbuatan Pemerintah Indonesia.
Tetapi, tidak hanya Indonesia saja yang bantuan asingnya dipotong Negeri Kanguru. Negara Asia Tenggara lainnya seperti Filipina dan Vietnam juga ikut mengalami pemotongan bantuan asing hingga 40 persen.
Sementara itu, nominal pemotongan bantuan asing untuk negara di kawasan Afrika lebih tinggi. Angkanya mencapai 70 persen.
Pemerintahan Perdana Menteri Tony Abbott, telah lama menyatakan akan lebih meluaskan komitmen dan ingin memperdalam hubungan dengan negara-negara di kawasan Indo Pasifik, dan bukan Afrika.
Sebelumnya, para Duta Besar negara-negara di Afrika telah berjanji untuk bergabung dengan komite luar negeri dan meminta agar bantuan bagi negara mereka tak dipotong.
Pemotongan juga dirasakan beberapa organisasi global seperti badan PBB untuk dana pembangunan (UNDP) dan organisasi khusus untuk pengurusan anak-anak (UNICEF). Sementara, organisasi LSM yang besar seperti World Vision dan Care Australia akan mengalami pemotongan anggaran sebesar 5 persen.
Tetapi, negara-negara yang menjadi kepentingan Australia hanya sedikit terkena mengalami pemotongan. Beberapa negara seperti Kamboja, Nauru, dan Papua Nugini sedikit terkena pemotongan. Bahkan, anggaran untuk Kamboja tidak dipotong sama sekali.
Pemerintah Australia hanya memotong anggara bantuan asing untuk Papua Nugini sebesar lima persen. Tahun ini, mereka akan menerima dana sebesar AUD$553,6 juta atau Rp5,8 triliun. Sementara, sebelumnya, Papua Nugini menerima dana AUD$577,1 juta atau Rp6 triliun.
Sebelumnya, Pemerintah RI telah bereaksi mengenai rencana pemotongan bantuan asing Australia itu. Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir mengatakan, tak terlalu khawatir dengan adanya pemotongan bantuan asing bagi Indonesia.
Sebab, tanpa bantuan Australia pun, Indonesia sudah menjadi negara mandiri yang tak lagi menggantungkan dana dari negara lain untuk biaya pembangunan.
Dampak pelaksanaan hukuman mati terhadap 12 warga asing terpidana kasus narkoba turut berpengaruh terhadap hubungan bilateral Indonesia dengan negara lain. Setelah sebelumnya Indonesia mengalami ketegangan dengan Australia, kini protes juga muncul dari Nigeria.
Dalam surat sebuah kelompok yang menamakan diri mereka M.O.G, menebar ancaman kepada KBRI di Abuja, Nigeria, karena telah mengeksekusi mati beberapa warga dari negara mereka.
"M.O.G kecewa melihat perkembangan situasi ini, jadi kami memperingatkan Pemerintah Indonesia untuk menghentikan pelaksanaan hukuman mati," tulis kelompok tersebut.
Mereka bahkan mencatat nama Duta Besar dan nama staf yang bekerja di gedung kedutaan.
"Pak Harry Purwanto, Eko Indiarto, Herian Yuliansyah, Lutfi Anggara, dan Noro Setyo dan staf lainnya juga akan merasakan dampak serupa," tulis mereka.
Di bagian akhir surat mereka, M.O.G berjanji akan mengambil langkah lanjutan jika Pemerintah RI tetap melakukan eksekusi mati.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, membenarkan ancaman tersebut.
"Semua ancaman yang diterima kepada KBRI selalu ditindak lanjuti secara seriys sesuai dengan prosedur," ujar Arrmanatha melalui pesan pendek kepada VIVA.co.id, Selasa, 12 Mei 2015.
Terkait ancaman terhadap staf KBRI Abuja, Arrmanatha melanjutkan, perwakilan RI di sana telah menghubungi polisi dan melaporkan ancaman tersebut.
"Kami juga telah berkoordinasi dengan polisi. Saat ini, sedang dilakukan investigasi terhadap surat tersebut dan keseriusan dari ancaman itu," papar diplomat yang akrab disapa Tata itu.
Sebelumnya, usai dilakukan eksekusi gelombang pertama pada pertengahan Januari, Wakil Duta Besar RI untuk Nigeria telah dipanggil oleh Kemlu setempat. Saat itu, warga mereka termasuk salah satu dari enam terpidana mati yang dieksekusi di Pulau Nusakambangan.
Sementara, dalam gelombang kedua yang dilakukan pada 29 April lalu, warga Nigeria kedua, Raheem Agbaje Salami turut dieksekusi.
Sumber : VIVA
Sebelumnya, para Duta Besar negara-negara di Afrika telah berjanji untuk bergabung dengan komite luar negeri dan meminta agar bantuan bagi negara mereka tak dipotong.
Pemotongan juga dirasakan beberapa organisasi global seperti badan PBB untuk dana pembangunan (UNDP) dan organisasi khusus untuk pengurusan anak-anak (UNICEF). Sementara, organisasi LSM yang besar seperti World Vision dan Care Australia akan mengalami pemotongan anggaran sebesar 5 persen.
Tetapi, negara-negara yang menjadi kepentingan Australia hanya sedikit terkena mengalami pemotongan. Beberapa negara seperti Kamboja, Nauru, dan Papua Nugini sedikit terkena pemotongan. Bahkan, anggaran untuk Kamboja tidak dipotong sama sekali.
Pemerintah Australia hanya memotong anggara bantuan asing untuk Papua Nugini sebesar lima persen. Tahun ini, mereka akan menerima dana sebesar AUD$553,6 juta atau Rp5,8 triliun. Sementara, sebelumnya, Papua Nugini menerima dana AUD$577,1 juta atau Rp6 triliun.
Sebelumnya, Pemerintah RI telah bereaksi mengenai rencana pemotongan bantuan asing Australia itu. Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir mengatakan, tak terlalu khawatir dengan adanya pemotongan bantuan asing bagi Indonesia.
Sebab, tanpa bantuan Australia pun, Indonesia sudah menjadi negara mandiri yang tak lagi menggantungkan dana dari negara lain untuk biaya pembangunan.
Dubes dan Pejabat KBRI di Nigeria Diancam
Dampak pelaksanaan hukuman mati terhadap 12 warga asing terpidana kasus narkoba turut berpengaruh terhadap hubungan bilateral Indonesia dengan negara lain. Setelah sebelumnya Indonesia mengalami ketegangan dengan Australia, kini protes juga muncul dari Nigeria.
Dalam surat sebuah kelompok yang menamakan diri mereka M.O.G, menebar ancaman kepada KBRI di Abuja, Nigeria, karena telah mengeksekusi mati beberapa warga dari negara mereka.
"M.O.G kecewa melihat perkembangan situasi ini, jadi kami memperingatkan Pemerintah Indonesia untuk menghentikan pelaksanaan hukuman mati," tulis kelompok tersebut.
Mereka bahkan mencatat nama Duta Besar dan nama staf yang bekerja di gedung kedutaan.
"Pak Harry Purwanto, Eko Indiarto, Herian Yuliansyah, Lutfi Anggara, dan Noro Setyo dan staf lainnya juga akan merasakan dampak serupa," tulis mereka.
Di bagian akhir surat mereka, M.O.G berjanji akan mengambil langkah lanjutan jika Pemerintah RI tetap melakukan eksekusi mati.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, membenarkan ancaman tersebut.
"Semua ancaman yang diterima kepada KBRI selalu ditindak lanjuti secara seriys sesuai dengan prosedur," ujar Arrmanatha melalui pesan pendek kepada VIVA.co.id, Selasa, 12 Mei 2015.
Terkait ancaman terhadap staf KBRI Abuja, Arrmanatha melanjutkan, perwakilan RI di sana telah menghubungi polisi dan melaporkan ancaman tersebut.
"Kami juga telah berkoordinasi dengan polisi. Saat ini, sedang dilakukan investigasi terhadap surat tersebut dan keseriusan dari ancaman itu," papar diplomat yang akrab disapa Tata itu.
Sebelumnya, usai dilakukan eksekusi gelombang pertama pada pertengahan Januari, Wakil Duta Besar RI untuk Nigeria telah dipanggil oleh Kemlu setempat. Saat itu, warga mereka termasuk salah satu dari enam terpidana mati yang dieksekusi di Pulau Nusakambangan.
Sementara, dalam gelombang kedua yang dilakukan pada 29 April lalu, warga Nigeria kedua, Raheem Agbaje Salami turut dieksekusi.
Sumber : VIVA