Jakarta (MI) : Presiden Joko Widodo (Jokowi) membebaskan lima tahanan politik asal Papua saat berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan Abepura, Papua, Sabtu (9/5/2015).
Lalu bagaimana reaksi mereka yang dibebaskan? Aktivis dari Human Right Watch Andreas Harsono membeberkan reaksi mereka. Melalui surat elektroniknya kepada Metrotvnews.com, Andreas mengatakan bahwa para tapol itu amat senang.
"Saya bantu kelima narapidana politik yang kemarin dibebaskan Presiden Jokowi untuk mengeluarkan pernyataan," kata Andreas dalam surat elektroniknya, Minggu (10/5/2015).
Andreas mengatakan mereka amat ingin pernyataannya diketahui masyarakat luas. Maklum, sudah 12 tahun mereka dipenjara dan belum tentu memiliki akses terhadap surat elektronik dalam kurun 24 jam.
Alhasil, kelimanya memberikan pernyataan melalui surat yang ditandatangani bersama. "Surat aslinya saya foto. Numbungga Telenggen, dan Jefrai Murib pakai cap jempol," kata Andreas.
Berikut isi surat lengkap dari para tapol itu:
Abepura, 9 Mei 2015
Kami ingin menyatakan beberapa hal sehubungan dengan pembebasan kami dari hukuman penjara kemarin.
Kami berlima bertemu Presiden Joko Widodo sekitar 15 menit dalam sebuah ruangan tertutup di penjara Abepura. Beliau didampingi Ibu Iriana, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, serta Wakil Gubernur Klemen Tinal.
Presiden mengatakan memenuhi permintaan grasi kami. Beliau mengatakan inisiatif ini datang dari Beliau berhubung proses amnesti lebih perlu waktu lewat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Beliau minta maaf atas apa yang dilakukan aparat keamanan terhadap kami selama 12 tahun terakhir.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi. Namun, kami juga minta semua tahanan politik, termasuk dari Kepulauan Maluku, juga dibebaskan. Baik lewat program grasi maupun amnesti.
Presiden Jokowi mengiyakan. “Ini baru memulai,” katanya.
Kami juga minta jaminan keamanan sesudah bebas. Kami tak mau ditangkap dan dicari gara-gara sesudah bebas. Ini bukan hanya buat kami, tapi buat semua warga Papua. Beliau mendengar dan menanggapi serius. Beliau mengatakan akan bicara dengan pihak kepolisian dan militer.
Hari ini kami secara terbuka minta kepada Dewan Perwakilan Rakyat mendukung rencana Presiden Jokowi membebaskan semua tahanan politik, termasuk sahabat kami, Filep Karma, yang dihukum sejak 2004.
Mulai besok kami akan menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Dian Harapan. Ada dari kami yang sakit. Bila rumah sakit menyatakan kami sehat, kami akan kembali ke rumah kami masing-masing di Wamena.
Kami mohon bantuan dari berbagai gereja dan negara, dari organisasi masyarakat sampai pemerintah daerah, agar kami bisa kembali ke rumah kami, mengurus kebun dan membenahi kehidupan keluarga kami. Bukan mudah untuk kembali ke rumah sesudah 12 tahun di penjara.
Kami ingat dengan dua rekan tahanan lain, Michael Hiselo dan Kanius Murib, yang ditangkap bersama kami April 2003 namun meninggal dalam masa penahanan. Hiselo meninggal di Makassar pada 27 Agustus 2007. Murib meninggal di Wamena pada 10 Desember 2010. Kami akan mengunjungi keluarga mereka di Wamena.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kami selama 12 tahun terakhir. Kami tak akan melupakan jasa baik mereka.
Yang menandatangani surat:
Apotnalogolik Lokobal, Kimanus Wenda, Linus Hiluka, Numbungga Telenggen (cap jempol), dan Jefrai Murib (cap jempol).
Lalu bagaimana reaksi mereka yang dibebaskan? Aktivis dari Human Right Watch Andreas Harsono membeberkan reaksi mereka. Melalui surat elektroniknya kepada Metrotvnews.com, Andreas mengatakan bahwa para tapol itu amat senang.
"Saya bantu kelima narapidana politik yang kemarin dibebaskan Presiden Jokowi untuk mengeluarkan pernyataan," kata Andreas dalam surat elektroniknya, Minggu (10/5/2015).
Andreas mengatakan mereka amat ingin pernyataannya diketahui masyarakat luas. Maklum, sudah 12 tahun mereka dipenjara dan belum tentu memiliki akses terhadap surat elektronik dalam kurun 24 jam.
Alhasil, kelimanya memberikan pernyataan melalui surat yang ditandatangani bersama. "Surat aslinya saya foto. Numbungga Telenggen, dan Jefrai Murib pakai cap jempol," kata Andreas.
Berikut isi surat lengkap dari para tapol itu:
Abepura, 9 Mei 2015
Kami ingin menyatakan beberapa hal sehubungan dengan pembebasan kami dari hukuman penjara kemarin.
Kami berlima bertemu Presiden Joko Widodo sekitar 15 menit dalam sebuah ruangan tertutup di penjara Abepura. Beliau didampingi Ibu Iriana, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, serta Wakil Gubernur Klemen Tinal.
Presiden mengatakan memenuhi permintaan grasi kami. Beliau mengatakan inisiatif ini datang dari Beliau berhubung proses amnesti lebih perlu waktu lewat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Beliau minta maaf atas apa yang dilakukan aparat keamanan terhadap kami selama 12 tahun terakhir.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi. Namun, kami juga minta semua tahanan politik, termasuk dari Kepulauan Maluku, juga dibebaskan. Baik lewat program grasi maupun amnesti.
Presiden Jokowi mengiyakan. “Ini baru memulai,” katanya.
Kami juga minta jaminan keamanan sesudah bebas. Kami tak mau ditangkap dan dicari gara-gara sesudah bebas. Ini bukan hanya buat kami, tapi buat semua warga Papua. Beliau mendengar dan menanggapi serius. Beliau mengatakan akan bicara dengan pihak kepolisian dan militer.
Hari ini kami secara terbuka minta kepada Dewan Perwakilan Rakyat mendukung rencana Presiden Jokowi membebaskan semua tahanan politik, termasuk sahabat kami, Filep Karma, yang dihukum sejak 2004.
Mulai besok kami akan menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Dian Harapan. Ada dari kami yang sakit. Bila rumah sakit menyatakan kami sehat, kami akan kembali ke rumah kami masing-masing di Wamena.
Kami mohon bantuan dari berbagai gereja dan negara, dari organisasi masyarakat sampai pemerintah daerah, agar kami bisa kembali ke rumah kami, mengurus kebun dan membenahi kehidupan keluarga kami. Bukan mudah untuk kembali ke rumah sesudah 12 tahun di penjara.
Kami ingat dengan dua rekan tahanan lain, Michael Hiselo dan Kanius Murib, yang ditangkap bersama kami April 2003 namun meninggal dalam masa penahanan. Hiselo meninggal di Makassar pada 27 Agustus 2007. Murib meninggal di Wamena pada 10 Desember 2010. Kami akan mengunjungi keluarga mereka di Wamena.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu kami selama 12 tahun terakhir. Kami tak akan melupakan jasa baik mereka.
Yang menandatangani surat:
Apotnalogolik Lokobal, Kimanus Wenda, Linus Hiluka, Numbungga Telenggen (cap jempol), dan Jefrai Murib (cap jempol).
Sumber : Metrotvnews