Alutsista Diarahkan untuk Kemanusiaan


LANGKAWI (MI)Kementerian Pertahanan mengutamakan pembelian alat utama sistem persenjataan juga bisa optimal dimanfaatkan untuk keperluan kemanusiaan. Alasannya, ke depan tantangan menghadapi persoalan kemanusiaan justru lebih banyak ketimbang perang.
"Saya lebih condong untuk keperluan kemanusiaan, misalnya pesawat yang kita beli juga bisa untuk membantu jika terjadi bencana alam dan lainnya. Itu yang paling penting. Lah, kan, enggak ada perang lagi, perang sama siapa?" kata Menteri Pertahanan dan Keamanan Ryamizard Ryacudu saat mengunjungi Pameran Internasional Maritim dan Dirgantara (Langkawi International Maritim and Aerospace) di Langkawi, Malaysia, seperti dilaporkan wartawan Kompas, M Fajar Marta, Rabu (18/3/2015).
Dalam pameran tersebut, Ryamizard mengunjungi sejumlah stan produsen alutsista, salah satunya Saab Group dari Swedia yang memproduksi pesawat Gripen.
Pemerintah saat ini berencana membeli alutsista berupa pesawat tempur untuk menggantikan F-5E/F Tiger buatan Northrop Corporation Amerika Serikat yang habis masa pakainya. Beberapa jenis pesawat tengah dipertimbangkan menjadi peng- ganti F-5E, antara lain F-16 blok 60 dari Lockheed Martin, Gripen E/F dari Saab, Sukhoi Su-35, dan Typhoon dari Eurofighter.
Saat ditanya jenis pesawat apa yang akan dibeli, Ryamizard mengatakan, pihaknya masih menimbang-nimbang jenis pesawat yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Namun, ia menegaskan kriteria utamanya adalah yang bisa optimal untuk keperluan kemanusiaan dan ada komitmen penuh untuk transfer teknologi.
Jadi, pemerintah tidak semata membeli pesawat yang memiliki kemampuan tempur hebat, namun kurang optimal dipakai untuk keperluan kemanusiaan.
Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, spesifikasi yang harus dipenuhi dalam pembelian alutsista antara lain, ada transfer teknologi, penggunaan konten lokal, imbal dagang, dan kompensasi yang nilainya 35 persen dari harga persenjataan yang dibeli.
Dalam pameran tersebut, Ryamizard juga sempat melihat-lihat replika kapal perang buatan PT Lundin, Banyuwangi, Jawa Timur. PT Lundin merupakan perusahaan lokal yang berafiliasi dengan Saab Group.
Menurut Lisa Lundin, Direktur PT Lundin, pihaknya kini tengah mengembangkan kapal cepat rudal Trimaran, yang diluncurkan tahun depan. PT Lundin sejauh ini juga memasok kapal untuk kebutuhan Indonesia.
Wakil Presiden dan Kepala Bagian Sistem Pengawasaan Udara Saab Group Lars Tossman mengatakan, pihaknya siap melakukan alih teknologi penuh jika Pemerintah Indonesia membeli pesawat Gripen. Saab Group juga berkomitmen menyelesaikan produksi Gripen generasi terbaru pada 2018 jika Pemerintah Indonesia menginginkannya.
Menurut Tossman, keunggulan utama Gripen adalah multifungsi serta sangat efisien dalam hal biaya perawatan dan operasionalnya. Sebagai contoh, biaya operasi Gripen JAS 39, yang merupakan pesawat tempur ringan bermesin tunggal sekitar 7.500 dollar AS per jam atau sekitar Rp 97,5 juta per jam (Kompas, 11/3). Biaya ini jauh lebih rendah dibandingkan pesawat tempur lainnya.
Selain Gripen, Saab Group juga serius menawarkan berbagai sistem radar, antara lain radar Erieye yang bisa dipasang di atas platform pesawat udara. Menurut Tossman, radar Erieye bisa mendeteksi berbagai obyek yang ada di permukaan hingga 200 mil laut (370 kilometer).







Sumber : KOMPAS