Jayapura (MI) : Mercusuar perbatasan Indonesia-Papua Nugini (PNG) yang terletak di Kampung Skouw Sae, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua, diusulkan menjadi cagar budaya.
"Mercusuar perbatasan Indonesia-Papua Nugini dibangun pemerintah Indonesia setelah penandatanganan persetujuan New York pada 1 Mei 1963," kata Hari Suroto, staf peneliti dari Balai Arkeologi Jayapura, di Kota Jayapura, Papua, Sabtu.
Secara politis, kata Suroto mercusuar dibangun untuk memantau daerah perbatasan selain itu juga berfungsi untuk menunjukkan eksistensi Indonesia di garis perbatasan dan zone perbatasan Indonesia-PNG.
"Perbatasan Indonesia-PNG berada pada garis bujur timur 141 derajat sepanjang 756 kilometer. Garis batas ini berdasarkan perjanjian perbatasan yang dilakukan Belanda dan Inggris pada 16 Mei 1895," katanya.
Dalam aspek legal, pada 12 Februari 1973 telah diadakan perjanjian perbatasan antara Indonesia dan Australia. Dimana, pada waktu itu PNG di bawah kekuasaan Australia.
Dalam perjanjian tersebut telah dibicarakan tentang batas-batas artifisial dan batas-batas alam. Batas yang disetujui tidak berbeda dengan perjanjian perbatasan yang dilakukan oleh Belanda dan Inggris pada tahun 1895.
Setelah kemerdekaan PNG, dilakukan perjanjian perbatasan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah PNG yang ditandatangani pada 17 Desember 1979.
"Persetujuan mengenai pengaturan-pengaturan perbatasan dengan batas wilayah sesuai dengan perjanjian Indonesia dan Australia pada 1973," katanya.
"Mercusuar perbatasan perlu dilestarikan yaitu dengan cara menetapkannya sebagai cagar budaya yang dilindungi UU Nomor 11/2010 tentang cagar budaya. Bangunan mercusuar ini memiliki nilai ideologis yaitu menunjukkan eksistensi Indonesia di perbatasan, selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata edukasi sejarah," katanya.
Sumber : ANTARA