Poso (MI) : Baku tembak antara pentolan kelompok teroris Santoso, Daeng Koro, dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, terjadi pada hari yang sama dengan latihan militer gabungan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat TNI di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (3/4).
Hari itu, TNI mengepung Gunung Biru di Kecamatan Poso Pesisir yang menjadi tempat persembunyian kelompok Santoso. Menurut pengamat terorisme Al Chaidar, mencari anggota kelompok Santoso di kawasan hutan yang luas itu bagai mencari jarum di tumpukan jerami.
Pagi hari, pasukan TNI menggempur Gunung Biru dari segala penjuru, bahkan menembakkan 20 roket penghancur RM-70 yang memiliki daya jangkau 20,75 kilometer. Empat helikopter juga berputar-putar di atas Gunung Biru. Sore harinya, Daeng Koro tewas dalam tembak-menembak dengan Densus di Parigi Moutong yang berbatasan dengan Gunung Biru.
Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Idham Azis menyatakan tak ada kaitan antara tewasnya Daeng Koro dengan latihan militer gabungan TNI. “Lokasi latihan TNI dengan tempat kontak senjata Densus berjarak 120 kilometer,” kata dia kepada CNN Indonesia, Senin (6/4).
Densus, menurut Idham, mengejar kelompok teroris itu setelah mendapat informasi intelijen dari penyelidikan terus-menerus. Sampai saat ini pun polisi masih memburu Santoso, pemimpin kelompok tersebut yang selama ini bekerja bahu-membahu dengan Daeng Koro.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Fuad Basya mengatakan kebetulan Poso saat ini menjadi lokasi utama latihan militer TNI. “Kami harap ada dampak ke kelompok radikal, agar mereka turun gunung. Kami tidak mengharapkan mereka kembali ke hutan di sana,” ujarnya.
“Kami juga harapkan dengan peluru tajam ini (yang dipakai dalam latihan), ada dampak psikologis ke kelompok radikal. TNI siap memerangi mereka jika dibutuhkan. Tapi yang terdepan polisi,” kata Fuad.
Daeng Koro dan Santoso pada 2013 disebut Ansyaad Mbai yang saat itu menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme sebagai teroris berbahaya di Indonesia. Mereka bersama-sama melatih calon teroris di Poso
Satu Batalyon TNI Tinggal di Poso untuk Operasi Teritorial
Meski latihan militer Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) di Poso, Sulawesi Tengah sudah berakhir, namun masih ada satu batalyon personel TNI yang akan tetap berada di sana. Pasukan gabungan ini menurut Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Fuad Basya tengah menggelar operasi teritorial.
"Latihan teritorial ini untuk memperbaiki kesejahteran masyarakat, langkah ini diharapkan bisa membuat masyarakat di daerah tahu bahwa pemerintah pusat beritikad baik," kata Fuad kepada CNN Indonesia, Senin (6/4).
Beberapa kegiatan yang akan dilakukan dalam operasi ini adalah bedah rumah tak layak, perbaikan rumah ibadah, pengobatan massal hingga pemberantasan buta huruf. Satu batalyon personel gabungan ini menurut Fuad akan membantu personel yang ada di Poso selama ini.
Fuad membantah jika satu batalyon personel gabungan itu ditinggal untuk mengejar kelompok teroris Santoso. Pengejaran menurutnya adalah tugas Polri. Namun TNI menurutnya siap jika memang Polri membutuhkan bantuan mengejar kelompok teror.
"Yang terdepan polisi, jika polisi membutuhkan bisa dipakai," katanya.
PPRC menurut Fuad diadakan di Poso dengan melibatkan 3.222 personel TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut hingga Angkatan Udara. Pasukann PPRC adalah pasukan yang siap diterjunkan di seluruh wilayah Indonesia.
Oleh karena itu latihan dilakukan yang punya medan sulit. Sebelumnya di Poso, latihan serupa juga pernah dilakukan di Aceh, Jawa Timur, hingga Natuna.
Pemilihan Poso diharapkan punya efek lain yakni kelompok teroris Santoso yang selama ini berbasis di Poso mau turun gunung dan menyerah. "Kami tidak berharap mereka kembali ke hutan, bersama-sama membangun negara, kalu ada yang kurang dari pemerintah silakan dikritisi," kata Fuad. Salah satu sasaran serangan TNI dalam latihan militer ini adalah Gunung Biru, lokasi yang selama ini diduga jadi tempat persembunyian Santoso dan kelompoknya.
Bersamaan dengan latihan militer ini, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menembak mati pentolan teroris Daeng Koro. Bekas TNI Angkatan Darat ini dinilai adalah sosok penting dalam kelompok Santoso yang dikenal juga Mujahidin Indonesia Timur.
Tewasnya Daeng Koro menurut Fuad hanya kebetulan berbarengan dengan latihan militer ini. "Kebetulan mungkin dampak latihan yang kami gelar, bisa saja terjadi karena kami pakai peluru tajam, bisa jadi mereka turun ke tengah warga," kata Fuad.
Warga yang kemudian melaporkan keberadaan orang-orang yang dicurigai itu kepada petugas. Informasi dari warga ini yang membantu petugas menyergap kelompok teroris.
Selain Daeng Koro yang tewas Jumat lalu, teroris lain yang ditembak mati adalah Imam alias Farid alias Imam Bima.
"Yang terdepan polisi, jika polisi membutuhkan bisa dipakai," katanya.
PPRC menurut Fuad diadakan di Poso dengan melibatkan 3.222 personel TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut hingga Angkatan Udara. Pasukann PPRC adalah pasukan yang siap diterjunkan di seluruh wilayah Indonesia.
Oleh karena itu latihan dilakukan yang punya medan sulit. Sebelumnya di Poso, latihan serupa juga pernah dilakukan di Aceh, Jawa Timur, hingga Natuna.
Pemilihan Poso diharapkan punya efek lain yakni kelompok teroris Santoso yang selama ini berbasis di Poso mau turun gunung dan menyerah. "Kami tidak berharap mereka kembali ke hutan, bersama-sama membangun negara, kalu ada yang kurang dari pemerintah silakan dikritisi," kata Fuad. Salah satu sasaran serangan TNI dalam latihan militer ini adalah Gunung Biru, lokasi yang selama ini diduga jadi tempat persembunyian Santoso dan kelompoknya.
Bersamaan dengan latihan militer ini, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menembak mati pentolan teroris Daeng Koro. Bekas TNI Angkatan Darat ini dinilai adalah sosok penting dalam kelompok Santoso yang dikenal juga Mujahidin Indonesia Timur.
Tewasnya Daeng Koro menurut Fuad hanya kebetulan berbarengan dengan latihan militer ini. "Kebetulan mungkin dampak latihan yang kami gelar, bisa saja terjadi karena kami pakai peluru tajam, bisa jadi mereka turun ke tengah warga," kata Fuad.
Warga yang kemudian melaporkan keberadaan orang-orang yang dicurigai itu kepada petugas. Informasi dari warga ini yang membantu petugas menyergap kelompok teroris.
Selain Daeng Koro yang tewas Jumat lalu, teroris lain yang ditembak mati adalah Imam alias Farid alias Imam Bima.
Sumber : CNN