Jakarta (MI) : Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, menanggapi santai laporan militer yang mendeteksi sejumlah pesawat militer/sipil asing yang memasuki tanpa izin wilayah Indonesia di perairan Ambalat. Pesawat asing yang dilaporkan adalah milik militer negara Malaysia.
Menurut Menteri, masyarakat tak perlu khawatir dan terprovokasi dengan laporan itu. Indonesia dan Malaysia, katanya, sudah menjalin persahabatan selama 48 tahun. Kedua negara juga bersepakat untuk menempuh jalan diplomasi kalau terjadi permasalahan atau sengketa.
"Kita sudah sepakat 48 tahun lalu jika ada perselisihan harus diselesaikan secara diplomatis," ujar Menteri kepada wartawan di Komplek Korps Bela Negara Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat, 12 Juni 2015.
Kementerian Pertahanan (Kemenhan), kata Ryamizard, sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada intinya, Kemenhan meminta peristiwa seperti itu tak perlu diributkan, apalagi kalau cuma ada pesawat melintas.
"Jangan khawatir, saya baru pulang dari Ambalat, memang tidak apa-apa, hanya lewat saja," kata Ryamizard.
Ryamizard menambahkan, tidak ada langkah yang mengarah kepada tidakan kekerasan untuk mengatasi pelanggaran kesepakatan tentang teritorial, seperti masuknya pesawat asing ke wilayah perairan Indonesia.
"Tidaklah. Kita jangan sampai menodai perjanjian 48 tahun lalu, kita tidak ingin perang, karena kasihan masyarakat," katanya.
Sembilan pesawat asing
Tiga pesawat tempur F-16 milik TNI disiagakan di Pangkalan Udara (Lanud) Tarakan, Kalimantan Utara, pada Kamis, 11 Juni 2015. Pesawat-pesawat itu didatangkan langsung dari Lanud Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur.
TNI menyiagakan jet-jet tempur itu menyusul laporan bahwa ada peningkatan pelanggaran wilayah kedaulatan Indonesia, terutama di perairan Ambalat, kawasan sengketa. Radar TNI mendeteksi sedikitnya sembilan pesawat sipil dan militer asing tanpa izin memasuki wilayah Indonesia sejak Januari sampai Mei 2015.
Menurut Komandan Lanud Tarakan, Letnan Kolonel Penerbang Tiopan Hutapea, ragam modus pelanggaran batas oleh pesawat sipil atau militer asing itu. Ada yang sengaja melintas dengan alasan patroli, melenceng dari jalur seharusnya dan dibelokan ke Ambalat, dan lain-lain.
Tiopan menjelaskan, setelah mengetahui pesawat asing tak dikenal itu, dia langsung berkoordinasi dengan Mabes TNI Angkatan Udara. Sehari kemudian, pesawat tempur Sukhoi dan F16 langsung berpatroli di kawasan sengketa itu.
Namun, Tiopan menambahkan, sehari tak dipatroli dengan pesawat tempur, pesawat asing milik negara tetangga kembali mengudara di Ambalat. Kurangnya pesawat intai di Tarakan menjadi salah satu hal yang membuat TNI Angkatan Udara tidak bisa bertindak cepat saat pesawat militer negara tetangga memasuki kawasan terlarang.
"Sekarang, pesawat tempur hanya ada di Madiun dan Makassar, dan itu jauh dari Ambalat. Butuh 20-30 menit hingga sampai di lokasi tempat pesawat asing itu berada. Kami tetap berkoordinasi dengan pimpinan untuk selanjutnya disiagakan pesawat intai di Tarakan agar lebih mudah menyergap musuh," kata Tiopan.
Tiopan menjelaskan, ada dua tindakan yang dilakukan jika pesawat asing masuk ke Indonesia. Pertama, mengirim surat melalui diplomatik dan kedua menghancurkan.
"Selama ini dengan cara diplomatik dinilai tidak ampuh, sebab akan diulang terus. Buktinya masih ada yang melintas dengan sengaja meski sudah tahu itu kawasan sengketa. Kan, sama saja provokasi," ujarnya.
Cara kedua adalah penghancuran pesawat asing dengan pesawat intai bisa saja dilakukan dengan Sukhoi. Tetapi cara kedua ini belum bisa dilakukan mengingat tidak ada pesawat di Tarakan yang bisa dengan cepat mengeksekusi target.
Ambalat
Ambalat adalah blok laut luas mencakup 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia.
Penamaan blok laut ini didasarkan atas kepentingan eksplorasi kekayaan laut dan bawah laut, khususnya dalam bidang pertambangan minyak.
Menurut Menteri, masyarakat tak perlu khawatir dan terprovokasi dengan laporan itu. Indonesia dan Malaysia, katanya, sudah menjalin persahabatan selama 48 tahun. Kedua negara juga bersepakat untuk menempuh jalan diplomasi kalau terjadi permasalahan atau sengketa.
"Kita sudah sepakat 48 tahun lalu jika ada perselisihan harus diselesaikan secara diplomatis," ujar Menteri kepada wartawan di Komplek Korps Bela Negara Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat, 12 Juni 2015.
Kementerian Pertahanan (Kemenhan), kata Ryamizard, sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada intinya, Kemenhan meminta peristiwa seperti itu tak perlu diributkan, apalagi kalau cuma ada pesawat melintas.
"Jangan khawatir, saya baru pulang dari Ambalat, memang tidak apa-apa, hanya lewat saja," kata Ryamizard.
Ryamizard menambahkan, tidak ada langkah yang mengarah kepada tidakan kekerasan untuk mengatasi pelanggaran kesepakatan tentang teritorial, seperti masuknya pesawat asing ke wilayah perairan Indonesia.
"Tidaklah. Kita jangan sampai menodai perjanjian 48 tahun lalu, kita tidak ingin perang, karena kasihan masyarakat," katanya.
Sembilan pesawat asing
Tiga pesawat tempur F-16 milik TNI disiagakan di Pangkalan Udara (Lanud) Tarakan, Kalimantan Utara, pada Kamis, 11 Juni 2015. Pesawat-pesawat itu didatangkan langsung dari Lanud Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur.
TNI menyiagakan jet-jet tempur itu menyusul laporan bahwa ada peningkatan pelanggaran wilayah kedaulatan Indonesia, terutama di perairan Ambalat, kawasan sengketa. Radar TNI mendeteksi sedikitnya sembilan pesawat sipil dan militer asing tanpa izin memasuki wilayah Indonesia sejak Januari sampai Mei 2015.
Menurut Komandan Lanud Tarakan, Letnan Kolonel Penerbang Tiopan Hutapea, ragam modus pelanggaran batas oleh pesawat sipil atau militer asing itu. Ada yang sengaja melintas dengan alasan patroli, melenceng dari jalur seharusnya dan dibelokan ke Ambalat, dan lain-lain.
Tiopan menjelaskan, setelah mengetahui pesawat asing tak dikenal itu, dia langsung berkoordinasi dengan Mabes TNI Angkatan Udara. Sehari kemudian, pesawat tempur Sukhoi dan F16 langsung berpatroli di kawasan sengketa itu.
Namun, Tiopan menambahkan, sehari tak dipatroli dengan pesawat tempur, pesawat asing milik negara tetangga kembali mengudara di Ambalat. Kurangnya pesawat intai di Tarakan menjadi salah satu hal yang membuat TNI Angkatan Udara tidak bisa bertindak cepat saat pesawat militer negara tetangga memasuki kawasan terlarang.
"Sekarang, pesawat tempur hanya ada di Madiun dan Makassar, dan itu jauh dari Ambalat. Butuh 20-30 menit hingga sampai di lokasi tempat pesawat asing itu berada. Kami tetap berkoordinasi dengan pimpinan untuk selanjutnya disiagakan pesawat intai di Tarakan agar lebih mudah menyergap musuh," kata Tiopan.
Tiopan menjelaskan, ada dua tindakan yang dilakukan jika pesawat asing masuk ke Indonesia. Pertama, mengirim surat melalui diplomatik dan kedua menghancurkan.
"Selama ini dengan cara diplomatik dinilai tidak ampuh, sebab akan diulang terus. Buktinya masih ada yang melintas dengan sengaja meski sudah tahu itu kawasan sengketa. Kan, sama saja provokasi," ujarnya.
Cara kedua adalah penghancuran pesawat asing dengan pesawat intai bisa saja dilakukan dengan Sukhoi. Tetapi cara kedua ini belum bisa dilakukan mengingat tidak ada pesawat di Tarakan yang bisa dengan cepat mengeksekusi target.
Ambalat
Ambalat adalah blok laut luas mencakup 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia.
Penamaan blok laut ini didasarkan atas kepentingan eksplorasi kekayaan laut dan bawah laut, khususnya dalam bidang pertambangan minyak.
Sumber : VIVA