Ini kerugian besar untuk negara jika seorang pilot TNI AU tewas

Ini kerugian besar untuk negara jika seorang pilot TNI AU tewas

kapten sandy

Jakarta (MI) : Pesawat Hercules C-130 milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) jatuh di Medan, Sumatera Utara. Peristiwa ini menewaskan 122 orang di dalamnya, yang terdiri atas 12 awak, 10 anggota Korpaskhas dan 100 anggota TNI dan keluarganya.

Pesawat dengan registrasi A1310 ini dipiloti oleh Kapten Penerbang Sandy Permana. Sandy merupakan anggota dari Skadron 32 Abdul Rahman Saleh, Malang, Jawa Timur. Tak hanya itu, dia juga siswa terbaik Sekolah Komando Kesatuan Angkatan Udara (Sekkau) angkatan 97.

Tentu, tewasnya salah satu penerbang terbaik merupakan sebuah kehilangan besar. Bukan hanya bagi keluarga yang ditinggalkan, tapi juga bagi TNI. Apalagi, tak mudah untuk mendidik seorang pilot pesawat militer. Butuh biaya besar untuk mendapatkannya.

Direktur Utama Bandung Pilot Academy, Nasrun Natsir mengungkapkan biaya untuk mendidik seorang calon pilot mencapai jutaan dolar AS. Sebuah angka yang sangat besar, di mana seluruhnya dihitung berdasarkan beban operasional sebuah pesawat tempur.

"Secara pasti untuk apa, kita lihat dari peralatan alutsista yang digunakan untuk operasi pesawat terbang, berapa besar untuk mendidik pilot? Dari peralatan yang digunakan dan harga, kemudian prosesikan berapa jam dibutuhkan pilot militer untuk operasi. Secara visual kita bisa mengerti berapa biaya F-16 saat terbang, di mana sejamnya memakan biaya USD 6 ribu. Kalau pesawat asing hampir sama, kalau sekarang militer ada jet turboprop, mungkin ya USD 2-3 ribuan. Untuk dukungan operasi, dan lain-lain, biaya pendidikan militer besar sekali, lebih dari USD 1 juta," ujar Nasrun saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (1/7) malam.

Biaya 1 juta USD atau sekitar Rp 1,3 miliar itu tentu bukan biaya yang kecil. Apalagi, untuk mendukung pendidikan tersebut, TNI AU telah memiliki sejumlah peralatan pendukung, seperti simulasi, alat instruksi dan lain-lain.

"Jadi alat instruksi, alat pendidikan militer lebih lengkap dan canggih. Sipil kalah, militer jauh lebih mahal," tandasnya.

Kerugian lain adalah TNI AU kehilangan kandidat calon pemimpin di masa depan. Apalagi rata-rata pilot dan copilot yang gugur saat penerbangan pesawat TNI biasanya masih berusia sangat muda. Sebagian malah berusia di bawah 30 tahun. Karir mereka seharusnya masih jauh terbentang.

Karena itu secara tegas Presiden Jokowi meminta jangan sampai ada kecelakaan alutsista TNI yang memakan korban putra-putri terbaik bangsa. Jokowi memerintahkan kasus kecelakaan di Medan ini segera diinvestigasi.

"Dicari penyebabnya dan jangan sampai terulang lagi," tegas Jokowi.









Sumber : Merdeka